7. Warna-warni Burnout
Burnout bukan sekadar capek.
Bukan juga cuma butuh libur.
Burnout itu seperti:
- Kerja
tapi kosong
- Hidup
tapi mati rasa
- Terjaga
tapi ingin tidur selamanya
Dan ironisnya, itu semua terjadi saat kamu tetap hadir,
tetap perform, tetap terlihat "baik-baik saja" di kantor.
Burnout Tidak Selalu Dramatis
Kebanyakan orang kira burnout itu seperti ledakan besar.
Padahal seringnya, ia datang diam-diam, perlahan.
Seperti:
- Bangun
tidur dengan rasa hampa
- Susah
konsentrasi, padahal tugasnya kecil
- Mudah
marah, walau alasan sepele
- Nunda-nunda
kerjaan, bukan karena malas... tapi karena muak
Lama-lama, kamu tidak tahu lagi kenapa kamu kerja.
Kamu hanya tahu: harus kerja. Titik.
Saat Hobi Tak Lagi Menyenangkan
Dulu, nonton film, masak, atau jalan-jalan adalah pelarian.
Sekarang? Semua terasa kosong.
Bahkan scrolling media sosial pun melelahkan.
Kamu mulai hidup seperti zombie berpenghasilan.
Ada di mana-mana, tapi jiwanya entah di mana.
Dan parahnya, ketika burnout, orang sekitar sering berkata:
“Kurang bersyukur aja kali.”
“Semua orang juga capek.”
“Masih mending punya kerjaan!”
Padahal burnout bukan soal tidak bersyukur.
Ini soal batas energi mental dan emosional yang sudah jebol.
Mental Health Day? Tapi Tetap Dikerjain
Beberapa perusahaan sudah mulai “aware” dengan kesehatan
mental.
Mereka kasih cuti khusus, ruangan healing, bahkan webinar soal well-being.
Tapi ironisnya, saat kamu ambil “mental health day”,
email tetap masuk. Deadline tetap ngejar. Chat dari bos tetap bunyi:
“Sorry ganggu, tapi urgent banget nih…”
Jadi kamu istirahat… sambil kerja juga.
Itu bukan healing. Itu multitasking trauma.
Ciri-Ciri Kamu Mungkin Sudah Burnout:
- Kamu
sering menghela napas, tanpa sadar
- Kamu
lebih sering diam, bahkan dalam rapat
- Kamu
merasa semua kerjaan gak ada artinya
- Kamu
lebih takut libur karena tahu, begitu balik, kerjaan numpuk
Dan kalau kamu merasa “aku gak bisa resign karena ini semua
harus jalan,”
itu tanda kamu sedang merasa terjebak, bukan bertumbuh.
Burnout bukan karena kamu lemah.
Tapi karena terlalu lama kuat sendirian.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Kadang solusi terbaik bukan pergi, tapi pause.
Kalau tidak bisa cuti panjang, ambil jeda kecil:
- Pulang
tepat waktu
- Makan
tanpa sambil buka laptop
- Bilang
“tidak” ke hal-hal yang melewati kapasitasmu
- Ngobrol
dengan orang yang tidak menilaimu sebagai “kurang tangguh”
Ia adalah sinyal bahwa kamu butuh pulang ke dirimu sendiri
Komentar
Posting Komentar