5. Kolam Toxic Tanpa Filter

Kantor sering dipromosikan sebagai “lingkungan kerja yang sehat, suportif, dan penuh kolaborasi.”

Tapi kenyataannya, banyak dari kita bekerja di tempat yang lebih mirip kolam toxic tanpa filter—airnya keruh, ikannya saling memangsa, dan siapa pun yang berenang terlalu jujur... cepat tenggelam.

Racun Bernama Kompetisi

Kompetisi itu sehat, katanya. Tapi kompetisi di kantor seringkali tidak sehat—karena tidak sekadar soal siapa yang kerja paling bagus, tapi siapa yang paling pandai menyikut dengan senyuman.

  • Rekan yang awalnya ramah, mulai enggan membagi info.
  • “Kolaborasi” berubah jadi “saling curi kredit”.
  • Tim kerja jadi ajang diam-diam balapan promosi.

Kita diajari bahwa untuk naik, harus menginjak orang lain—walau secara halus, diplomatis, dan tentu... sambil tetap bilang:

“Kita semua satu tim, kok!”

Atasan yang Toxic: Bos atau Tuhan Kecil?

Ada dua jenis atasan:

  1. Yang membimbing dan memberi ruang berkembang
  2. Yang merasa dirinya pusat semesta

Yang nomor dua sering merasa:

  • Dirinya tidak bisa salah
  • Pendapat bawahannya hanya angin lalu
  • Kritik adalah bentuk pembangkangan

Mereka senang membuat bawahannya merasa kecil, tidak pernah cukup, dan selalu “kurang cepat, kurang proaktif, kurang inisiatif”. Padahal perintahnya sendiri sering berubah-ubah.

Parahnya, orang-orang seperti ini sering naik pangkat lebih dulu.
Karena di mata sistem, toxic = tegas, dan keras = berkualitas.

Gosip Kantor: Reality Show Tiap Hari

Di tempat toxic, gosip jadi mata uang sosial.
Siapa yang dekat dengan siapa. Siapa yang katanya “anak emas.” Siapa yang sebenarnya kerja, dan siapa yang cuma pintar cari muka.

Dan gosip ini bukan sekadar obrolan santai. Ia bisa menghancurkan karier, membentuk persepsi, bahkan membuat orang dianggap tidak layak sebelum diberi kesempatan.

Yang menyedihkan:
Orang baik sering kalah suara dengan orang berisik.

Diam = Bertahan

Banyak dari kita sadar akan racun ini. Tapi tetap diam.
Kenapa?

  • Karena takut dicap tidak loyal
  • Karena takut kehilangan penghasilan
  • Karena berpikir “di mana-mana juga sama”

Dan benar. Toxic tidak selalu bisa dihindari, tapi bisa dibiasakan.
Sampai akhirnya kita tidak lagi sadar kalau kita pun ikut menyebar racunnya: menyikut balik, membenci balik, dan pura-pura baik hanya demi stabilitas.


Lingkungan kerja yang toxic tidak selalu berteriak.
Kadang ia tersenyum manis, sambil perlahan menggerogoti kesehatan mentalmu.


Kantor seharusnya jadi tempat kita tumbuh.
Tapi terlalu sering, ia jadi tempat kita layu—perlahan, diam-diam, tapi pasti.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

2. Seragam Tak Kasat Mata

1. Bangun, Mandi, Macet, Kerja, Lelah, Tidur, Ulangi

9. Mitos Work-Life Balance