8. Budaya Kerja yang Terlalu Sering Memuliakan Luka
Di dunia korporat, ada satu hal yang tak terlihat tapi sangat diagungkan: pengorbanan.
Lembur disebut loyalitas.
Lelah disebut dedikasi.
Menangis di toilet disebut "tanda kamu peduli".
Dan burnout?
“Wajar kok, namanya juga kerja keras.”
Kita hidup di budaya yang memuliakan luka kerja
seolah itu medali.
Semakin kamu hancur, semakin kamu dianggap hebat.
Semakin Sakit, Semakin Dipuji
Coba perhatikan:
Orang yang masuk kerja saat sakit sering dipuji.
“Keren banget, padahal demam tetap datang!”
Yang kerja sampai tengah malam dianggap panutan.
Yang liburan tapi masih balas email disebut totalitas.
Tapi orang yang:
- Pulang
tepat waktu
- Menolak
lembur berlebihan
- Minta
cuti karena burnout
Justru dianggap "tidak seambisius itu", “kurang
niat”, atau bahkan “banyak alasan.”
Budaya ini membuat kita takut terlihat sehat.
Karena sehat dianggap tidak cukup sibuk.
Dan tidak cukup sibuk = tidak cukup berharga.
Kerja Keras Bukan Selalu Mulia
Kita dibesarkan dengan narasi:
“Kerja keras akan membawa kamu ke puncak.”
Tapi tak ada yang bilang bahwa kadang kerja keras membawa
kamu ke rumah sakit.
Atau ke ruang psikiater.
Atau ke titik di mana kamu menangis sendirian di parkiran, tapi tetap masuk
rapat 15 menit kemudian.
Bekerja keras itu baik.
Tapi bekerja tanpa sadar batas, tanpa ruang hidup, tanpa hak untuk
istirahat—itu bukan mulia. Itu pelan-pelan membunuh.
Sadar: Luka Tidak Perlu Dipamerkan
Tidak semua cerita perjuangan harus jadi konten inspiratif.
Tidak semua air mata di balik presentasi harus disulap jadi motivasi.
Kadang, luka itu tidak perlu dipoles.
Cukup diakui, disembuhkan, dan dijadikan pelajaran.
Bukan dibanggakan.
Jangan bangga jadi martir untuk pekerjaan yang bahkan tidak
akan mengingat ulang tahunmu.
Mengubah Narasi
Kita butuh narasi baru.
Yang memuliakan:
- Batasan
sehat
- Waktu
tidur cukup
- Istirahat
tanpa rasa bersalah
- Rekan
kerja yang kerja efektif, bukan hanya yang kerja sampai larut
Karena pada akhirnya, budaya kerja sehat bukan soal meja
pingpong dan kopi gratis.
Tapi soal apakah kamu boleh berkata "Saya lelah" tanpa takut
kehilangan posisi.
Di dunia kerja yang sibuk memuliakan luka,
kamu berhak memilih untuk sembuh.
Komentar
Posting Komentar